Saturday, September 13, 2014

Akabeko, "Sapi Merah dari Aizu"

Sapi berkulit merah? Ada.
Tidak percaya? Coba kalian datang ke prefektur Fukushima dan kalian akan bertemu dengan si sapi merah di Aizu.
Begitu sampai di Aizu-Wakamatsu, kalian akan disambut oleh sebuah patung berbentuk sapi dengan ukuran yang lumayan besar dan benar, sapi itu berwarna merah. Ini dia yang di sebut dengan "Akabeko" atau "sapi merah" yang menjadi simbol bagi wilayah Aizu, daerah bagian barat dari prefektur Fukushima.

Akabeko adalah salah satu omocha tradisional dari Jepang. Terbuat dari kayu yang diselubungi oleh bubur kertas, lalu di cat berwarna merah juga ornamen berwarna lainnya. Tentu saja semuanya dilakukan dengan tangan manusia langsung tanpa bantuan mesin.
Akabeko memiliki kepala yang tidak tersatu dengan badannya secara langsung, bila kita sentuh kepalanya sedikit saja, kepala Akabeko akan bergerak keatas dan kebawah juga kesamping. Sangat lucu, mirip seperti hiasan untuk pajangan di mobil atau meja tamu yang bergerak dalam jangka waktu yang lumayan lama. Coba kalian sentuh kepala Akabeko sedikit saja, kepalanya akan bergerak untuk waktu yang sangat lama.
 Menggemaskan! Selain dalam bentuk boneka kayu, Akabeko juga dibuat dalam berbagai bentuk merchandise seperti gantungan kunci atau handphone, Akabeko yang terbuat dari kain dan bentuk unik lainnya yang kreatif untuk memikat pengunjung atau orang asing agar berwisata ke Aizu. Ayo kita ke Aizu, minna! Hehe.

Disamping kelucuan dan keunikannya, ternyata Akabeko juga dijadikan sebagai jimat keberuntungan. Kenapa sampai dianggap begitu? Mari kita simak sedikit sejarahnya.
Pada sekitar tahun 807, seorang biksu bernama Tokuichi pembuatan sebuah kuil di daerah Yanaizu. Ketika kuil tersebut selesai dibangun, seekor sapi atau lembu merah memberikan jiwanya kepada Buddha, lalu tubuhnya langsung berubah menjadi batu. Dalam cerita versi lain, dikatakan bahwa lembu tersebut menolak untuk keluar dari daerah kuil tersebut dan menjadi penghuni dari kuil tersebut.
Gamo Ujisato, orang yang memimpin daerah Aizu pada sekitar tahun 1590, mendengar mengenai cerita Akabeko dan langsung menyuruh tukang seninya untuk membuat mainan berdasarkan sapi merah dari cerita tersebut.
Di periode yang sama, terjadi wabah cacar di Aizu. Semua orang menderita terkcuali anak-anak yang memiliki mainan berwarna merah berbentuk sapi yaitu Akabeko. Semenjak itu, Akabeko menjadi jimat pelindung dari wabah penyakit. Aka berarti "merah", sedangkan beko adalah dialek Aizu untuk sapi.

Source
Nah, itu lah kenapa Akabeko dianggap sebagai jimat bagi penduduk Jepang, khususnya warga Aizu. Kalau kalian sedang sakit, sudah tahu pastinya apa yang harus dilakukan. Cari Akabeko atau sapi merah disekitar kalian sebagai jimat, kalau tidak ada juga, cari saja sapi biasa dan cat sampai seluruh badannya berwarna merah. Haha..
Tapi tetap saja, kita jangan hanya bergantung pada jimat tapi harus bisa berjuang untuk melawan penyakit tersebut.

Minna-san! Akabeko wa kawaii deshou? Wwww
Matta nee~

Tuesday, September 2, 2014

Tarian Soran Bushi

Tahu kah kalian tari Soran Bushi itu apa?
Mari kita lihat video berikut ini :



Setelah kalian melihat video di atas, apa kalian menyadari sesuatu dari tarian di atas? Gerakan tangan para penari mirip sesuatu, bukan?
Jika kalian menjawab gerakan tangan penari seperti gelombang atau menarik sesuatu, kalian dapat 100!

Lagu Soran Bushi menggambarkan kegiatan para nelayan di Hokkaido.
Soran Bushi merupakan salah satu lagu tradisional dari daerah Hokkaido, Jepang. Pada awalnya, lagu ini hanya dipakai sebagai penyemangat para nelayan yang memancing di sana, lalu dibuat lah tariannya yang menggambarkan kegiatan para nelayan, seperti mengangkat hasil pancingan, menarik jaring, dan menarik tali, juga menggambarkan gelombang laut.
Gerakan-gerakan dari tarian Soran Bushi ini bisa dibilang sangat cepat dan energik. Para penari harus bisa bergerak secara lincah dan kompak, karena ada gerakan di mana para penari harus melakukannya secara bersamaan sembari berteriak secara bersamaan pula. Keharmonisan gerakan dan seruan sangat penting dalam tarian ini.
Oh ya, FYI versi dari tarian Soran Bushi ini banyak, selain menarikan tarian aslinya, beberapa kelompok dalam maupun luar Jepang meng-aransemen tariannya menjadi lebih gampang untuk dipelajari dan dipraktekkan, tapi ada juga yang membuatnya menjadi lebih unik.
Dari video di atas juga, kalian pasti mendengar para penari seringkali menyerukan, "Dokkoisho! Dokkoisho!" dan "Soran! Soran!" pada beberapa bagian tarian. Tujuannya adalah untuk meningkatkan semangat para nelayan saat menarik jaring dan membawa hasil pancingan, juga pekerjaan lainnya.
Dan kalian tahu apa? Tari Soran Bushi ini sudah menjadi salah satu kurikulum bagi semua sekolah di Jepang.

Penasaran dengan sejarahnya?
Mari kita simak sejarah yang dijelaskan oleh The International Shakuhachi Society yang sudah saya translate :
Memancing ikan Herring membawa ribuan pemancing/pekerja migran ke Hokkaido, pulau di daerah utara Jepang, setiap musim semi hingga awal abad ini. Lagu menyertai setiap tahap memancing, seperti mendayung dan mengangkat jaring. "Soran Bushi" dinyanyikan sembari mengantarkan ikan Herring dari jala ke kapal dengan jala yang lebih besar. Banyak lirik yang sering diimprovisasi, erotis atau lucu - membantu para pekerja untuk tidak tidur selama beberapa hari.

Menarik, bukan? Dan hanya sedikit informasi, saya dan teman saya dari kelas Jepang di SMA kami menampilkan tarian ini di acara internal sekolah kami. Sayangnya saya belum sempat meng-upload videonya. Hehe..
Nah, sekarang giliran kalian! Ayo coba tarikan Soran Bushi, mungkin saja tarian ini bisa membuat kalian semangat juga dalam menjalani hari.

Minna-san! O tanoshimi to ganbatte nee?
Dokkoisho! Dokkoisho!
Soran! Soran! 

Source
Source

Source